Ada Ribuan Mayat di Laut

Langit bagai tudung senja, bulan merona, angin meluruhkan daun-daun, menggesek pohon-pohon pinus. Dan atap seng berbunyi mirip seperti kucing bertengkar. Angin akhir-akhir ini sering nakal, hujan genit.


Sekarang reda, satu jam lagi turun.Sepertinya hujan dan angin ingin memamerkan kekuatannya.Menerbangkan isi bumi dan merobohkan rumah dan pohonan. Malam ini Wak Himi tak bisa tidur.Matanya terus memandang langit-langit plafon rumahnya. Ia merasa panas dingin, pikirannya gelisah, apakah besok ia akan lulus pengetesan di tengah laut nanti. Malam makin larut.Ternyata bukan Wak Himi saja yang merasakan badannya panas dingin dan galau.


Ternyata tetangga sebelahnya Nyi Lastri juga mengalami hal yang sama. Ia membayangkan, seandainya ia tidak lulus dalam tes nanti,siapakah yang akan menempati rumah di pinggir kampung ini. Sementara sawah dan ternaknya mesti sering ditengok setiap hari. Maklum, ia hanya hidup sebatang kara.Tetangga dari Nyi Lastri adalah Ibu Nilam, janda muda yang ditinggal suaminya itu,kini air matanya tumpah ke lantai. Pasalnya ia memiliki empat orang anak.Anak yang paling dewasa duduk di bangku sekolah SMP kelas tiga, sementara yang dua masih di bangku SD dan yang satunya lagi baru berumur dua tahun.

Ibu Nilam hanya bisa pasrah. Takdir yang menggaris hitam masa hidupnya kini tidak bisa berpeluang untuk bertemu dengan anaknya.Aku mengira bukan hanya Wak Himi, Nyi Lastri, dan Ibu Nilam yang mengalami keresahan malam ini.Tapi semua penduduk negeri ini mengalami hal serupa. Terutama mereka yang pernah melakukan pencurian, penodongan, pembunuhan, pencopetan, sampai korupsi uang negara. Mereka semua keluar keringat dingin ketika seluruh jadwal penyeberangan dan penerbangan ditutup untuk tidak melakukan bepergian keluar kota atau keluar negeri. Setelah di layar kaca sering muncul informasi,bahwa akan ada pemutihan penduduk di negeri ini,sejak itu pula orangorang berpakaian dinas terus memantau kegiatan para warga. Dan terus mencatat data penduduk.

Juga warga hanya diperbolehkan bepergian sepuluh meter dari jarak tempat tinggalnya.Sementara di layar kaca diberitakan kesiapan para TNI dan polisi dan tim ahli yang akan memeriksa seluruh warganya untuk melakukan pemutihan di tengah laut. TNI dan polisi yang melakukan pemutihan, adalah mereka, TNI dan polisi yang bersih, tidak seperti para oknum penjaga Lapas Brimob yang gampang disuap. Justru bagi TNI dan polisi yang mau di sogok malah kena pemutihan di laut yang dalam. Tujuannya satu, agar bagaimana negeri ini aman sentosa,jujur dan makmur. Ketakutan bagi mereka yang ketahuan melakukan tindak kejahatan,maka tidak ada ampun. Dan yang terbukti melakukan tindak kejahatan,mereka akan diceburkan ke laut tanpa ada pertolongan dari siapa pun.

Benar-benar gila dan tak kenal HAM. Sejak Presiden kita yang baru dipilih, niatan untuk memberantas tikus-tikus negeri ini serius untuk memberantas mafia negara. Makin gencar dilakukan. Dan sejak saat itu pula negeri ini sebenarnya sudah aman. Maka, akan lebih aman lagi kalau hukuman itu benarbenar dijalankan. Kita akan membayangkan bagaimana orang-orang kotor itu mengambang di tengah laut menjadi santapan ikan hiu. Dan laut akan berubah warna, menjadi lautan merah. Ya, merah darah. Darah merah, darah kotor para koruptor. Kini giliran rumah Wak Himi didatangi para petugas pencatat dinas.

Lelaki berkalang tanah itu. Merasa ketakutan dan menangis.... ”Wak gausah takut....,”kata lelaki dari dinas ”Kenapa orang seperti saya mesti dicatat dan dibawa ke laut,”kata Wak Himi.Wak Himi melanjutkan ,”Semasa hidup saya hanya baru sekali mencuri singkong dan itu dalam keadaan yang sangat lapar,ketika zaman perang dengan Belanda dulu.” ”Masalahnya, bukan persoalan singkong atau bukan singkong, perang dan bukan perang,Wak.Tapi Presiden kita ingin negeri ini aman, damai, dan sentosa.Dan itu semua kita buktikan nanti di tengah laut.” Kemudian petugas itu pergi setelah mencatat data-data Wak Himi dan lengkap dengan jadwal pemberangkatannya. Kini giliran Bu Nilam yang didatangi oleh petugas pencatat.

”Kalau bapak-bapak berkeinginan untuk membuang tubuh saya ke tengah laut.Saya nitipakan anak-anak saya yang masih kecil-kecil,” kata Nilam sambil terguguk. Sementara keempat anaknya memeluk tubuhnya.”Kami hanya menjalankan tugas, bu. Soal anak, akan ada yang mengurus nanti.” Ditinggalnya rumah Nilam dengan mata berkaca-kaca. Laut tergambar dengan perut anak-anaknya yang buncit. Demikianlah kenyataan di negeri korupsi ini.Keinginan pemerintah begitu kuat untuk menjaga negeri ini bersih dari tindak kejahatan. Hukuman demi hukuman tidak membuat jera.Undang-undang hanya jadi pajangan di meja-meja kebijakan. Hukum hanya berlaku bagi rakyat jelata seperti Wak Himi,Nyi Lastri,dan Ibu Nilam. Akan tetapi bagi mereka yang memiliki uang, penjara bisa dibeli.

Bisa jalan-jalan ke Bali, Singapura, bahkan keliling ke angkasa. Dua hari lagi seluruh rakyat negeri ini akan berangkat ke tengah laut. Mereka akan dihadapkan pada para petugas pemutihan. Mereka akan ditanya, akan ditunjukkan seputar kebobrokan tindakan mereka selama tinggal di negeri ini.Barangkali ini adalah cara yang tepat mengurangi jumlah penduduk.Karena KB dianggap tidak mempan dan terlalu berbau agama. Dan kondom-kondom hanya bersifat subversif di tengah masyarakat yang mayoritas Islam.Kendati Islam KTP sekalipun. Kini kita semua berada di pinggir laut, berhimpitan dan berdesakan. Ada yang mulai muntah-muntah, ada yang pingsan, bahkan beberapa puluh orang meninggal.

Sementara para petugas medis yang konon mereka adalah orang pilihan kelelahan menangani dua ratus tiga puluh jutaan orang.Pada sebuah negeri dengan identitas korupsi paling tinggi. Bukan berarti kami tak memiliki alasan ketika berdiri di dermaga penyeberangan ini. Kami berdiri lantaran hari ini terjadi pemutihan seluruh penduduk negeri ini.Penguasa negeri ini ingin membebaskan negeri ini dari para koruptor, penjilat,dan lintah darat. Suasana penyeberangan mulai riuh rendah,kembali lagi terdengar jerit tangis para penduduk. Yang dipaksa untuk menaiki kapal besar ke tengah laut.Bayi-bayi dipisahkan dari orang tuanya.

Para manula dan janda tua juga ikut dinaikkan ke kapal induk milik negeri ini.Berjutajuta orang diangkut ke tengah laut.Hanya bayi yang belum bisa bicara ditinggalkan di tendatenda pengungsian, menanti, apakah orang tua mereka selamat atau mati dibuang ke laut. Kini giliran Wak Himi diangkat ke kapal. Lelaki tua itu batinnya menolak,tetapi karena sudah tugas dan masih mampu berbicara,maka ia diangkut ke kapal. Ia akan menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin belum pernah didengar semasa hidupnya. Ia tampak pasrah kendati tubuhnya dibuang ke laut sekalipun.

Di tengah suara riuh rendah itu, terdengar pekik tangis ribuan bayi.Termasuk anak Ibu Nilam yang tak mau ibunya diangkut ke kapal.Tapi tangisan itu tak dihiraukannya sama sekali. Keempat anaknya langsung ditarik ke tenda pengungsian. Semua orang air matanya tumpah bersama deburan ombak, karang-karang yang memecah buih. Laut menjadi saksi pemutihan negeri ini. Kini giliran para pejabat yang diangkut ke tengah laut. Setelah mereka diturunkan dari mobil-mobil jemputan. Ada yang ceria dan berseriseri, ada yang badannya sudah rumab duluan, badan panasdingin. Bahkan ada yang pingsan.

Mereka diabsen satu persatu untuk diberangkatkan. Benar-benar edan! uang sogokan dan janji jabatan tidak dihiraukan sama sekali.Wajahwajah para petugas seperti para malaikat tak kenal pejabat dan rakyat,semuanya diangkut ke laut. Berbulan-bulan manusia diangkut ke laut.Ada yang sudah pulang dengan selamat karena dianggap berhak menjadi warga negeri ini dan tidak pernah melakukan pelanggaran.Tapi banyak juga yang mengambang di laut. Sementara di atas podium, Presiden kita terus memantau jalannya pemutihan, bersama menteri-menterinya. ”Dengan cara seperti ini,tentu kita akan mendapatkan rakyat yang berkualitas. Tidak mudah disogok dan tidak mau menyogok. Negeri kita akan aman!” Suara Presiden mantap.

”Tapi Pak, kita akan mengalami kekurangan penduduk secara besar-besaran?” kata Menteri Kependudukan. ”Tidak penting bagiku, banyak dan tidak banyak.Yang penting berkualitas!” tegas Presiden lagi. ”Dan yang membuatku tidak tega, bagaimana dengan negara tetangga. Sementara negara kita adalah negara paling banyak mengekspor para TKW,” kata menteri tenaga kerja. Presiden terus berdebat dengan para menterinya di atas podium. Sementara kepala-kepala koruptor terus mengambang. Ada kepala Samsul Nursalim, pengemplang BLBI, Kepala Artalita penyogok ulung kejaksaan, Edi Tansil, dan sejumlah tokoh korup nasional. Laut yang biru kini berubah warna menjadi hitam kecokelatan, kemudian merah.

Bayi-bayi yang tak berdaya, terus melengking. Ada sesuatu yang aneh di laut.Banyak para penjambret, pemerkosa, penimbun minyak, bahkan penimbun beras juga ikut mengambang. Akan tetapi, hanya satu orang yang belum diketahui, dan masih dinanti, yaitu tubuh dan kepala Gayus Tambunan yang belum mengambang. 

OLEH:
RAHMAT HELDY HS


Related Posts :